1. Zaman Paleolitikum
a. Ciri-ciri kehidupan pada zaman paleolitikum (
Zaman Batu Tua ), yaitu
a. Hidupnya berpindah-pindahdari satu tempat ke
tempat lain ( nomaden ).
b. Food gathering yaitu memperoleh bahan makanan
dengan cara berburu, menganngkap ikan, dan mengumpulkan dari alam.
c. Volume otak manusia pada zaman ini sangat rendah.
d. Manusia zaman ini berjalan seperti kera, namun sudah
bisa bisa berdiri tegak namun belum sempurna.
e. Alat-alat
batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis.
f. Selain
menggunakan batu sebagai alat bantu, manusia zaman ini juga mempergunakan kayu
untuk mempermudah memenuhi kehidupannya.
b. Hasil Kebudayaan pada zaman ini ada 2, yaitu :
1.b.
Kebudayaan Pacitan
Kebudayaan Pacitan ditemukan oleh Van Koeningwald 1935 di Sungai
Baksoko, Desa Punung, Jawa Timur. Alat-alat kebudayaan tersebut berupa :
a. Kapak genggam
Kapak
genggam adalah kapak tidak bertangkai yang digunakan dengan cara menggenggam
b. Kapak Penetak
c. Kapak Perimbas ( chooper )
d. Pahat genggam
2.b Kebudayaan Ngandong
a. Kapak Genggam dari Batu
Kapak Batu pada Zaman Paleolitikum yang ditemukan di
Jawa
b.
Alat-alat
dari tulang dan tanduk.
Ø Berupa alat penusuk (belati)
c.
Ujung tombak dengan gergaji
pada kedua sisinya.
d.
Alat penggoreng umbi dan keladi.
e.
Tanduk menjangan yang
diruncingkan
f.
Ikan pari yang digunakan
sebagai mata tombak.
c. Pendukung ( manusia pendukung )
Pendukung kebudayaan
Pacitan adalah Pithecanthropus erectus, dengan alas- an sebagai berikut :
1. Alat-alat di Pacitan ditemukan pada lapisan yang
sama dengan Pithecanthropus erectus, yaitu pada plaistosen tengah ( lapisan dan
fauna Trinil )
2. Di Chou-Kou-Tien, Cina ditemukan sejumlah fosil
sejenis Pithecanthropus erectus, yaitu Sinanthropus pekinensis. Bersama-sama
ini ditemukan juga alat-alat batu yang serupa dengan alat-alat batu dari
Pacitan.
Pendukung kebudayaan Ngandong, yaitu Homo
soloensisdan homo wajakensis dengan alas an sebagai berikut :
1. Di Ngadirejo, Sambungmrajan (sragen) ditemukan
kapak genggam bersama tulang-tulang binatang dan atap tengkorak Homo soloensis.
2. Alat-alat dari Ngandong berasal dari lapisan yang
sama dengan Homo wajakensis, yaitu Pleistosen atas
3.
2. Zaman
mesolitikum
a. Ciri-ciri kehidupan pada zaman mesolitikum, yaitu
:
a. Manusia
masih hidup dari berburu dan menangkap ikan (Food-Gathering). Akan tetapi
sebagian sudah mempunyai tempat tinggal tetap di gua-gua maupun daerah dekat
pantai, sehingga bisa dimungkinkan sudah bercocok tanam walau masih sangat
sederhana dan secara kecil-kecilan.
b. Alat-alat yang
dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni masih merupakan
alat-alat batu kasar namun sudah ada niat untuk menghaluskan meskipun belum
sempurna.
c. Ditemukannya
bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken Mondinger (sampah
dapur).
d. Volume otak manusia
zaman ini sudah ada peningkatan.
e. Manusia zaman ini
sudah bisa menggunakan kedua tangannya dan berjalan tegak
.
b. Hasil kebudayaan pada zaman ini, diantaranya
:
1.b. Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)
•Kjokkenmoddinger
(Sampah Dapur)
Kjokkenmoddinger adalah
istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan
modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah
dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit
kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu/menjadi
fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni
antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa
manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van
Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya
banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak
genggam Palaeolithikum).
•Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)
Tahun 1925, Dr. P.V.
Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya
menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang
tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai
dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat
kapak tersebut berasal batu kali yang di pecah-pecah.
•Hachecourt (kapak pendek)
Selain pebble yang yang diketemukan dalambukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek. Cara penggunaannya dengan menggenggam.
Selain pebble yang yang diketemukan dalambukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek. Cara penggunaannya dengan menggenggam.
•Pipisan
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batupenggiling beserta landasannya. Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batupenggiling beserta landasannya. Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.
2.b. Kebudayaan Tulang
dari Sampung (Sampung Bone Culture)
Di antara alat-alat
kehidupan yang ditemukan di goa lawa di Sampung (daerah Ponorogo - Madiun Jawa
Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan alat-alat dari batu, seperti ujung panah
dan flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang dan tanduk rusa, dan juga
alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari
alat-alat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung
Bone Culture.
3.b. Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)
•Abris Sous Roche(Gua tempat tinggal)
•Abris Sous Roche(Gua tempat tinggal)
Abris Sous Roche adalah
goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman
Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan
binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr.
Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa
Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari
batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang
berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.
Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan
ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog
disebut sebagai Sampung Bone Culture / kebudayaan tulang dari Sampung. Karena
goa di Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti
dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga
ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa
di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren. Di Sulawesi Selatan
juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa
Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata panah yang
sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku Toala,
sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang
sampai sekarang masih ada dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi
Selatan zaman prasejarah. Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong
disebut kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan
Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM. Selain di
Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah
Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut dilakukan oleh Alfred Buhler
yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah yang terbuat dari batu
indah.
4.b. KEBUDAYAAN
BACSON-HOABINH
Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo China, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti bahewa batu giling.
Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo China, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti bahewa batu giling.
Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal
dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang. Beberapa manyatnya diposisikan
dengan berjongkok dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna merah
bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia,
kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini banyak
ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah bergeser
sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu pernah terjadi
pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke
Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh,
yakni:
1. Kebudayaan pebble
dan alat-alat dari tulang yng datang ke Indonesia melalui jalur barat.
2. Kebudayaan flakes
yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.
Dengan adanya
keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan
Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran
pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua
Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan
kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia
Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam
Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga
ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia,
masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Philipina.
5.b. Kebudayaan
Toala / Bandung
Kebudayaan Toala dan
yang serumpun dengan itu disebut juga kebudayaan flake dan blade. Alat-alatnye
terbuat dari batu-batu yang menyerupai batu api dari eropa, seperti chalcedon,
jaspis, obsidian dan kapur membantu. Perlakuan terhadap orang yang meninggal
dikuburkan didalam gua dan bila tulang belulangnya telah mongering akan
diberikan kepada keluarganya sebagai kenanga-kenangan. Biasanya kaum perempuan
akan menjadikan tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam
gua terdapat lukisan mengnai perburuan babi dan juga rentangan lima jari yang
dilumuri cat merah yang disebut dengan “silhoutte”. Arti warna merah tanda
berkabung. Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung, Besuki, dan Tuban),
Sumatera (danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di pulau Flores dan Timor.
c. Pendukung ( manusia pendukung )
Manusia pendukung
kebudayaan mesolitikum adalah manusia dari ras Papua Melanesoid. Hal ini dapat
dibuktikan dengan ditemukannya fosil-fosil manusia ras Papua Melanosoid, baik
pada kebudayaan Sampung maupun di bukit kerang Sumatera.
3. Zaman neolitikum
a. Ciri-ciri Zaman
Neolitikum, yaitu :
1. Alat-alat yang
dipergunakan oleh masyarakat neolitikum adalah batu namun sudah dihaluskan
bahkan di beri seni.
2. Mulai dikenal bahan
untuk membuat alat dari tanah liat.
3. Berkembangnya food
gathering ke food producing.
4. Kehidupan semula yang
sangat bergantung pada alam telah beralih pada usaha untuk mengolah alam untuk
memenuhi kebutuhan hidupnya.
5. Manusia pada zaman ini
sudah berkembang seperti manusia zaman sekarang.
b. Hasil kebudayaan zaman
neolitikum, diantaranya :
a.
Kapak Persegi, misalnya Beliung, Pacul dan
Torah untuk mengerjakan kayu. Ditemukan
di Sumatera, Jawa, bali, Nusatenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan
b.
Kapak Bahu, sama seperti kapak persegi
,hanya di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher. Hanya di temukan
di Minahasa
c.
Kapak Lonjong, banyak ditemukan di Irian,
Seram, Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa dan Serawak
d.
Perhiasan ( gelang dan kalung dari batu
indah), ditemukan di jawa
e.
Pakaian (dari kulit kayu)
f. Tembikar (periuk
belanga), ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Melolo.
g. Gerabah yang digunakan
sebagai barang untuk keperluan sehari-hari,
untuk keperluan
upacara, dll.
h.
Alat serpih dan Gurdi serta pisau.
c. Pendukung ( manusia
pendukung )
Manusia pendukung
kebudayaan kapak persegi zaman batu muda berada di Indonesia bagian timur.
Mereka berasal dari ras Proto-Melayu. Sealain itu Manusia
pendukung Neolithikum yang lain adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia
(Khamer-Indocina)