uchhhh

Selasa, 05 Februari 2013


ZAMAN PALEOLITIKUM, MESOLITIKUM, 
DAN ZAMAN NEOLITIKUM

1.   Zaman Paleolitikum
a.     Ciri-ciri kehidupan pada zaman paleolitikum ( Zaman Batu Tua ), yaitu
a.      Hidupnya berpindah-pindahdari satu tempat ke tempat lain ( nomaden ).
b.      Food gathering yaitu memperoleh bahan makanan dengan cara berburu, menganngkap ikan, dan mengumpulkan dari alam.
c.      Volume otak manusia pada zaman ini sangat rendah.
d.      Manusia zaman ini berjalan seperti kera, namun sudah bisa bisa berdiri tegak namun belum sempurna.
e.      Alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis.
f.       Selain menggunakan batu sebagai alat bantu, manusia zaman ini juga mempergunakan kayu untuk mempermudah memenuhi kehidupannya.
b.     Hasil Kebudayaan pada zaman ini ada 2, yaitu :
1.b.  Kebudayaan Pacitan
    Kebudayaan Pacitan ditemukan oleh Van Koeningwald 1935 di Sungai Baksoko, Desa Punung, Jawa Timur. Alat-alat kebudayaan tersebut berupa :
a.     Kapak genggam
Kapak genggam adalah kapak tidak bertangkai yang digunakan dengan cara menggenggam
b.     Kapak Penetak
c.     Kapak Perimbas ( chooper )
d.     Pahat genggam

2.b  Kebudayaan Ngandong
a.    Kapak Genggam dari Batu
Kapak Batu pada Zaman Paleolitikum  yang ditemukan di Jawa
b.    Alat-alat dari tulang dan tanduk.
Ø  Berupa alat penusuk (belati)
c.    Ujung tombak dengan gergaji pada kedua sisinya.
d.    Alat penggoreng umbi dan keladi.
e.    Tanduk menjangan yang diruncingkan
f.     Ikan pari yang digunakan sebagai mata tombak.
c.     Pendukung ( manusia pendukung )
Pendukung kebudayaan Pacitan adalah Pithecanthropus erectus, dengan alas- an sebagai berikut :
1.     Alat-alat di Pacitan ditemukan pada lapisan yang sama dengan Pithecanthropus erectus, yaitu pada plaistosen tengah ( lapisan dan fauna Trinil )
2.     Di Chou-Kou-Tien, Cina ditemukan sejumlah fosil sejenis Pithecanthropus erectus, yaitu Sinanthropus pekinensis. Bersama-sama ini ditemukan juga alat-alat batu yang serupa dengan alat-alat batu dari Pacitan.
Pendukung kebudayaan Ngandong, yaitu Homo soloensisdan homo wajakensis dengan alas an sebagai berikut :
1.     Di Ngadirejo, Sambungmrajan (sragen) ditemukan kapak genggam bersama tulang-tulang binatang dan atap tengkorak Homo soloensis.
2.     Alat-alat dari Ngandong berasal dari lapisan yang sama dengan Homo wajakensis, yaitu Pleistosen atas
3.      
2.   Zaman mesolitikum
a.     Ciri-ciri kehidupan pada zaman mesolitikum, yaitu :
a. Manusia masih hidup dari berburu dan menangkap ikan (Food-Gathering). Akan tetapi sebagian sudah mempunyai tempat tinggal tetap di gua-gua maupun daerah dekat pantai, sehingga bisa dimungkinkan sudah bercocok tanam walau masih sangat sederhana dan secara kecil-kecilan.
b. Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni masih merupakan alat-alat batu kasar namun sudah ada niat untuk menghaluskan meskipun belum sempurna.
c. Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken Mondinger (sampah dapur).
d. Volume otak manusia zaman ini sudah ada peningkatan.
e. Manusia zaman ini sudah bisa menggunakan kedua tangannya dan berjalan tegak
.
b.  Hasil kebudayaan pada zaman ini, diantaranya :
   1.b.  Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)
•Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)
kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu/menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).



Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)
pebble kapak genggam sumatera
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang di pecah-pecah.

•Hachecourt (kapak pendek)
Selain pebble yang yang diketemukan dalambukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek. Cara penggunaannya dengan menggenggam.

•Pipisan
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batupenggiling beserta landasannya. Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.

2.b.  Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)
sampung bone cultureDi antara alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di Sampung (daerah Ponorogo - Madiun Jawa Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan alat-alat dari batu, seperti ujung panah dan flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang dan tanduk rusa, dan juga alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari alat-alat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung Bone Culture.

3.b.  Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)
•Abris Sous Roche(Gua tempat tinggal)
abris sous roche
Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.

 Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture / kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren. Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM. Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut dilakukan oleh Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah yang terbuat dari batu indah.

4.b. KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH
Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo China, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti bahewa batu giling.

Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang. Beberapa manyatnya diposisikan dengan berjongkok dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh, yakni:
1. Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yng datang ke Indonesia melalui jalur barat.
2. Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.
Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Philipina.


5.b. Kebudayaan Toala / Bandung
lukisan pra sejarah
Kebudayaan Toala dan yang serumpun dengan itu disebut juga kebudayaan flake dan blade. Alat-alatnye terbuat dari batu-batu yang menyerupai batu api dari eropa, seperti chalcedon, jaspis, obsidian dan kapur membantu. Perlakuan terhadap orang yang meninggal dikuburkan didalam gua dan bila tulang belulangnya telah mongering akan diberikan kepada keluarganya sebagai kenanga-kenangan. Biasanya kaum perempuan akan menjadikan tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam gua terdapat lukisan mengnai perburuan babi dan juga rentangan lima jari yang dilumuri cat merah yang disebut dengan “silhoutte”. Arti warna merah tanda berkabung. Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung, Besuki, dan Tuban), Sumatera (danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di pulau Flores dan Timor.

c.  Pendukung ( manusia pendukung )
Manusia pendukung kebudayaan mesolitikum adalah manusia dari ras Papua Melanesoid. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya fosil-fosil manusia ras Papua Melanosoid, baik pada kebudayaan Sampung maupun di bukit kerang Sumatera.





3.   Zaman neolitikum
a.     Ciri-ciri Zaman Neolitikum, yaitu :
1.     Alat-alat yang dipergunakan oleh masyarakat neolitikum adalah batu namun sudah dihaluskan bahkan di beri seni.
2.     Mulai dikenal bahan untuk membuat alat dari tanah liat.
3.     Berkembangnya food gathering ke food producing.
4.     Kehidupan semula yang sangat bergantung pada alam telah beralih pada usaha untuk mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
5.     Manusia pada zaman ini sudah berkembang seperti manusia zaman sekarang.

b.     Hasil kebudayaan zaman neolitikum, diantaranya :
a.      Kapak Persegi, misalnya Beliung, Pacul dan Torah untuk mengerjakan kayu.     Ditemukan di Sumatera, Jawa, bali, Nusatenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan
b.      Kapak Bahu, sama seperti kapak persegi ,hanya di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher. Hanya di temukan di Minahasa
c.      Kapak Lonjong, banyak ditemukan di Irian, Seram, Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa dan Serawak
d.                Perhiasan ( gelang dan kalung dari batu indah), ditemukan di jawa
e.                Pakaian (dari kulit kayu)
f. Tembikar (periuk belanga), ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Melolo.
g. Gerabah yang digunakan sebagai barang untuk keperluan sehari-hari,
untuk keperluan upacara, dll.
h.                Alat serpih dan Gurdi serta pisau.
c.     Pendukung ( manusia pendukung )
Manusia pendukung kebudayaan kapak persegi zaman batu muda berada di Indonesia bagian timur. Mereka berasal dari ras Proto-Melayu. Sealain itu Manusia pendukung Neolithikum yang lain adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia (Khamer-Indocina)








                                                                                        

ZAMAN PALEOLITIKUM, MESOLITIKUM, 
DAN ZAMAN NEOLITIKUM

1.   Zaman Paleolitikum
a.     Ciri-ciri kehidupan pada zaman paleolitikum ( Zaman Batu Tua ), yaitu
a.      Hidupnya berpindah-pindahdari satu tempat ke tempat lain ( nomaden ).
b.      Food gathering yaitu memperoleh bahan makanan dengan cara berburu, menganngkap ikan, dan mengumpulkan dari alam.
c.      Volume otak manusia pada zaman ini sangat rendah.
d.      Manusia zaman ini berjalan seperti kera, namun sudah bisa bisa berdiri tegak namun belum sempurna.
e.      Alat-alat batu buatan manusia masih dikerjakan secara kasar, tidak diasah atau dipolis.
f.       Selain menggunakan batu sebagai alat bantu, manusia zaman ini juga mempergunakan kayu untuk mempermudah memenuhi kehidupannya.
b.     Hasil Kebudayaan pada zaman ini ada 2, yaitu :
1.b.  Kebudayaan Pacitan
    Kebudayaan Pacitan ditemukan oleh Van Koeningwald 1935 di Sungai Baksoko, Desa Punung, Jawa Timur. Alat-alat kebudayaan tersebut berupa :
a.     Kapak genggam
Kapak genggam adalah kapak tidak bertangkai yang digunakan dengan cara menggenggam
b.     Kapak Penetak
c.     Kapak Perimbas ( chooper )
d.     Pahat genggam

2.b  Kebudayaan Ngandong
a.    Kapak Genggam dari Batu
Kapak Batu pada Zaman Paleolitikum  yang ditemukan di Jawa
b.    Alat-alat dari tulang dan tanduk.
Ø  Berupa alat penusuk (belati)
c.    Ujung tombak dengan gergaji pada kedua sisinya.
d.    Alat penggoreng umbi dan keladi.
e.    Tanduk menjangan yang diruncingkan
f.     Ikan pari yang digunakan sebagai mata tombak.
c.     Pendukung ( manusia pendukung )
Pendukung kebudayaan Pacitan adalah Pithecanthropus erectus, dengan alas- an sebagai berikut :
1.     Alat-alat di Pacitan ditemukan pada lapisan yang sama dengan Pithecanthropus erectus, yaitu pada plaistosen tengah ( lapisan dan fauna Trinil )
2.     Di Chou-Kou-Tien, Cina ditemukan sejumlah fosil sejenis Pithecanthropus erectus, yaitu Sinanthropus pekinensis. Bersama-sama ini ditemukan juga alat-alat batu yang serupa dengan alat-alat batu dari Pacitan.
Pendukung kebudayaan Ngandong, yaitu Homo soloensisdan homo wajakensis dengan alas an sebagai berikut :
1.     Di Ngadirejo, Sambungmrajan (sragen) ditemukan kapak genggam bersama tulang-tulang binatang dan atap tengkorak Homo soloensis.
2.     Alat-alat dari Ngandong berasal dari lapisan yang sama dengan Homo wajakensis, yaitu Pleistosen atas
3.      
2.   Zaman mesolitikum
a.     Ciri-ciri kehidupan pada zaman mesolitikum, yaitu :
a. Manusia masih hidup dari berburu dan menangkap ikan (Food-Gathering). Akan tetapi sebagian sudah mempunyai tempat tinggal tetap di gua-gua maupun daerah dekat pantai, sehingga bisa dimungkinkan sudah bercocok tanam walau masih sangat sederhana dan secara kecil-kecilan.
b. Alat-alat yang dihasilkan nyaris sama dengan zaman palaeolithikum yakni masih merupakan alat-alat batu kasar namun sudah ada niat untuk menghaluskan meskipun belum sempurna.
c. Ditemukannya bukit-bukit kerang di pinggir pantai yang disebut Kjoken Mondinger (sampah dapur).
d. Volume otak manusia zaman ini sudah ada peningkatan.
e. Manusia zaman ini sudah bisa menggunakan kedua tangannya dan berjalan tegak
.
b.  Hasil kebudayaan pada zaman ini, diantaranya :
   1.b.  Kebudayaan Pebble (Pebble Culture)
•Kjokkenmoddinger (Sampah Dapur)
kjokkenmoddinger
Kjokkenmoddinger adalah istilah yang berasal dari bahasa Denmark yaitu kjokken artinya dapur dan modding artinya sampah jadi Kjokkenmoddinger arti sebenarnya adalah sampah dapur. Dalam kenyataan Kjokkenmoddinger adalah timbunan atau tumpukan kulit kerang dan siput yang mencapai ketinggian ± 7 meter dan sudah membatu/menjadi fosil. Kjokkenmoddinger ditemukan disepanjang pantai timur Sumatera yakni antara Langsa dan Medan. Dari bekas-bekas penemuan tersebut menunjukkan bahwa manusia purba yang hidup pada zaman ini sudah menetap. Tahun 1925 Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya banyak menemukan kapak genggam yang ternyata berbeda dengan chopper (kapak genggam Palaeolithikum).



Pebble (kapak genggam Sumatera = Sumateralith)
pebble kapak genggam sumatera
Tahun 1925, Dr. P.V. Van Stein Callenfels melakukan penelitian di bukit kerang tersebut dan hasilnya menemukan kapak genggam. Kapak genggam yang ditemukan di dalam bukit kerang tersebut dinamakan dengan pebble/kapak genggam Sumatra (Sumatralith) sesuai dengan lokasi penemuannya yaitu dipulau Sumatra. Bahan-bahan untuk membuat kapak tersebut berasal batu kali yang di pecah-pecah.

•Hachecourt (kapak pendek)
Selain pebble yang yang diketemukan dalambukit kerang, juga ditemukan sejenis kapak tetapi bentuknya pendek (setengah lingkaran) yang disebut dengan hachecourt/kapak pendek. Cara penggunaannya dengan menggenggam.

•Pipisan
Selain kapak-kapak yang ditemukan dalam bukit kerang, juga ditemukan pipisan (batu-batupenggiling beserta landasannya. Batu pipisan selain dipergunakan untuk menggiling makanan juga dipergunakan untuk menghaluskan cat merah. Bahan cat merah berasal dari tanah merah. Cat merah diperkirakan digunakan untuk keperluan religius dan untuk ilmu sihir.

2.b.  Kebudayaan Tulang dari Sampung (Sampung Bone Culture)
sampung bone cultureDi antara alat-alat kehidupan yang ditemukan di goa lawa di Sampung (daerah Ponorogo - Madiun Jawa Timur) tahun 1928 - 1931, ditemukan alat-alat dari batu, seperti ujung panah dan flakes, kapak yang sudah diasah, alat dari tulang dan tanduk rusa, dan juga alat-alat dari perunggu dan besi. Oleh para arkeolog bagian terbesar dari alat-alat yang ditemukan itu adalah tulang, sehingga disebut sebagai Sampung Bone Culture.

3.b.  Kebudayaan Flakes (Flakes Culture)
•Abris Sous Roche(Gua tempat tinggal)
abris sous roche
Abris Sous Roche adalah goa-goa yang yang dijadikan tempat tinggal manusia purba pada zaman Mesolithikum dan berfungsi sebagai tempat perlindungan dari cuaca dan binatang buas. Penyelidikan pertama pada Abris Sous Roche dilakukan oleh Dr. Van Stein Callenfels tahun 1928-1931 di goa Lawa dekat Sampung Ponorogo Jawa Timur. Alat-alat yang ditemukan pada goa tersebut antara lain alat-alat dari batu seperti ujung panah, flakes, batu pipisan, kapak yang sudah diasah yang berasal dari zaman Mesolithikum, serta alat-alat dari tulang dan tanduk rusa.

 Di antara alat-alat kehidupan yang ditemukan ternyata yang paling banyak adalah alat dari tulang sehingga oleh para arkeolog disebut sebagai Sampung Bone Culture / kebudayaan tulang dari Sampung. Karena goa di Sampung tidak ditemukan Pebble ataupun kapak pendek yang merupakan inti dari kebudayaan Mesolithikum. Selain di Sampung, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Besuki dan Bojonegoro Jawa Timur. Penelitian terhadap goa di Besuki dan Bojonegoro ini dilakukan oleh Van Heekeren. Di Sulawesi Selatan juga banyak ditemukan Abris Sous Roche terutama di daerah Lomoncong yaitu goa Leang Patae yang di dalamnya ditemukan flakes, ujung mata panah yang sisi-sisinya bergerigi dan pebble. Di goa tersebut didiami oleh suku Toala, sehingga oleh tokoh peneliti Fritz Sarasin dan Paul Sarasin, suku Toala yang sampai sekarang masih ada dianggap sebagai keturunan langsung penduduk Sulawesi Selatan zaman prasejarah. Untuk itu kebudayaan Abris Sous Roche di Lomoncong disebut kebudayaan Toala. Kebudayaan Toala tersebut merupakan kebudayaan Mesolithikum yang berlangsung sekitar tahun 3000 sampai 1000 SM. Selain di Jawa Timur dan Sulawesi Selatan, Abris Sous Roche juga ditemukan di daerah Timor dan Rote. Penelitian terhadap goa tersebut dilakukan oleh Alfred Buhler yang di dalamnya ditemukan flakes dan ujung mata panah yang terbuat dari batu indah.

4.b. KEBUDAYAAN BACSON-HOABINH
Kebudayaan ini ditemukan dalam gua-gua dan dalam bukit-bukit kerang di Indo China, Siam, Malaka, dan Sumatera Timur. Alat-alat kebudayaannya terbuat dari batu kali, seperti bahewa batu giling.

Pada kebudayaan ini perhatian terhadap orang meninggal dikubur di gua dan juga di bukit-bukit kerang. Beberapa manyatnya diposisikan dengan berjongkok dan diberi cat warna merah. Pemberian cat warna merah bertujuan agar dapat mengembalikan hayat kepada mereka yang masih hidup. Di Indonesia, kebudayaan ini ditemukan di bukit-bukit kerang. Hal seperti ini banyak ditemukan dari Medan sampai ke pedalaman Aceh. Bukit-bukit itu telah bergeser sejauh 5 km dari garis pantai menunjukkan bahwa dulu pernah terjadi pengangkatan lapisan-lapisan bumi. Alur masuknya kebudayaan ini sampai ke Sumatera melewati Malaka. Di Indonesia ada dua kebudayaan Bacson-Hoabinh, yakni:
1. Kebudayaan pebble dan alat-alat dari tulang yng datang ke Indonesia melalui jalur barat.
2. Kebudayaan flakes yang datang ke Indonesia melalui jalur timur.
Dengan adanya keberadaan manusia jenis Papua Melanosoide di Indonesia sebagai pendukung kebudayaan Mesolithikum, maka para arkeolog melakukan penelitian terhadap penyebaran pebble dan kapak pendek sampai ke daerah teluk Tonkin daerah asal bangsa Papua Melanosoide. Dari hasil penyelidikan tersebut, maka ditemukan pusat pebble dan kapak pendek berasal dari pegunungan Bacson dan daerah Hoabinh, di Asia Tenggara. Tetapi di daerah tersebut tidak ditemukan flakes, sedangkan di dalam Abris Sous Roche banyak ditemukan flakes bahkan di pulau Luzon (Filipina) juga ditemukan flakes. Ada kemungkinan kebudayaan flakes berasal dari daratan Asia, masuk ke Indonesia melalui Jepang, Formosa dan Philipina.


5.b. Kebudayaan Toala / Bandung
lukisan pra sejarah
Kebudayaan Toala dan yang serumpun dengan itu disebut juga kebudayaan flake dan blade. Alat-alatnye terbuat dari batu-batu yang menyerupai batu api dari eropa, seperti chalcedon, jaspis, obsidian dan kapur membantu. Perlakuan terhadap orang yang meninggal dikuburkan didalam gua dan bila tulang belulangnya telah mongering akan diberikan kepada keluarganya sebagai kenanga-kenangan. Biasanya kaum perempuan akan menjadikan tulang belulang tersebut sebagai kalung. Selain itu, didalam gua terdapat lukisan mengnai perburuan babi dan juga rentangan lima jari yang dilumuri cat merah yang disebut dengan “silhoutte”. Arti warna merah tanda berkabung. Kebudayaan ini ditemukan di Jawa (Bandung, Besuki, dan Tuban), Sumatera (danau Kerinci dan Jambi), Nusa Tenggara di pulau Flores dan Timor.

c.  Pendukung ( manusia pendukung )
Manusia pendukung kebudayaan mesolitikum adalah manusia dari ras Papua Melanesoid. Hal ini dapat dibuktikan dengan ditemukannya fosil-fosil manusia ras Papua Melanosoid, baik pada kebudayaan Sampung maupun di bukit kerang Sumatera.





3.   Zaman neolitikum
a.     Ciri-ciri Zaman Neolitikum, yaitu :
1.     Alat-alat yang dipergunakan oleh masyarakat neolitikum adalah batu namun sudah dihaluskan bahkan di beri seni.
2.     Mulai dikenal bahan untuk membuat alat dari tanah liat.
3.     Berkembangnya food gathering ke food producing.
4.     Kehidupan semula yang sangat bergantung pada alam telah beralih pada usaha untuk mengolah alam untuk memenuhi kebutuhan hidupnya.
5.     Manusia pada zaman ini sudah berkembang seperti manusia zaman sekarang.

b.     Hasil kebudayaan zaman neolitikum, diantaranya :
a.      Kapak Persegi, misalnya Beliung, Pacul dan Torah untuk mengerjakan kayu.     Ditemukan di Sumatera, Jawa, bali, Nusatenggara, Maluku, Sulawesi dan Kalimantan
b.      Kapak Bahu, sama seperti kapak persegi ,hanya di bagian yang diikatkan pada tangkainya diberi leher. Hanya di temukan di Minahasa
c.      Kapak Lonjong, banyak ditemukan di Irian, Seram, Gorong, Tanimbar, Leti, Minahasa dan Serawak
d.                Perhiasan ( gelang dan kalung dari batu indah), ditemukan di jawa
e.                Pakaian (dari kulit kayu)
f. Tembikar (periuk belanga), ditemukan di daerah Sumatera, Jawa, Melolo.
g. Gerabah yang digunakan sebagai barang untuk keperluan sehari-hari,
untuk keperluan upacara, dll.
h.                Alat serpih dan Gurdi serta pisau.
c.     Pendukung ( manusia pendukung )
Manusia pendukung kebudayaan kapak persegi zaman batu muda berada di Indonesia bagian timur. Mereka berasal dari ras Proto-Melayu. Sealain itu Manusia pendukung Neolithikum yang lain adalah Austronesia (Austria), Austro-Asia (Khamer-Indocina)